Ukuran Font Artikel
Small
Medium
Large

Pekerja Carefastindo Batam Tuntut Hak: SPB-I Geruduk Disnaker

Ketua Umum Serikat Pekerja Buruh Indonesia, Yutel (Kiri), saat menyerahkan surat Bipartit kedua kepada Erik, selaku Supervisor Carefastindo Batam, Kamis (11/09). Foto : Ist


Batam, laluan.id – Yafita Gea (YG), seorang pekerja yang sebelumnya bertugas sebagai Customer Service di PT Carefastindo cabang Pollux Habibie Meistadt, Teluk Tering, Batam Kota, Kepulauan Riau, menuntut keadilan setelah diberhentikan secara sepihak oleh perusahaan. Melalui Serikat Pekerja Buruh Indonesia (SPB-I), laporan resmi telah dilayangkan ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Batam pada Selasa (24/9/2025).

YG bekerja di perusahaan tersebut sejak Juli 2024 hingga Agustus 2025. Namun, alih-alih mendapatkan hak-hak normatifnya, ia justru harus menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak.

“Sehubungan dengan permasalahan yang terjadi di tempat kerja, ketika saya diberhentikan secara sepihak tanpa ada kejelasan dari pihak perusahaan, tentu saya menuntut hak-hak saya sebagai karyawan. Saya hanya berharap apa yang menjadi hak saya bisa diberikan oleh perusahaan,” kata Yafita Gea kepada media.


Laporan Naik ke Disnaker

Sebelum melapor ke Disnaker, SPB-I telah menempuh jalur penyelesaian secara Bipartit dengan perusahaan. Pada 29 Agustus 2025, Yutel bersama tim mendatangi kantor PT Carefastindo untuk meminta klarifikasi.

“Benar, kami sudah menyerahkan surat laporan Tripartit ke Disnaker agar segera ditindaklanjuti. Kami menduga perusahaan melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan. Hak-hak pekerja harus dipenuhi tanpa ditunda,” ujar Yutel, Ketua Umum DPP SPB-I, ketika dikonfirmasi awak media.


Hak-Hak yang Diduga Tidak Dipenuhi

Menurut SPB-I, terdapat sejumlah kewajiban perusahaan yang belum dipenuhi sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, antara lain:

  1. BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan tidak diikutsertakan.
  2. Upah di bawah Upah Minimum Kota (UMK) Batam.
  3. Tunjangan Hari Raya (THR) hanya diberikan setengah dari nilai seharusnya.
  4. Tidak ada pembayaran upah lembur meski pekerja masuk pada Sabtu dan Minggu.
  5. Cuti tahunan tidak diberikan.
  6. Surat kontrak kerja tidak pernah diterbitkan.
  7. Kompensasi kerja selama setahun tidak dibayarkan.


“Seharusnya semua pekerja mendapat perlindungan penuh. Dari upah layak, BPJS, cuti, hingga hak atas kontrak kerja. Kalau ini diabaikan, maka jelas-jelas merugikan buruh dan melanggar hukum,” tegas Yutel.


Proses Bipartit Mandek

 
Sebelum membawa kasus ini ke Disnaker, SPB-I sudah dua kali mengajukan surat bipartit ke manajemen PT Carefastindo. Pada 29 Agustus 2025, Yutel bersama tim mendatangi kantor perusahaan untuk meminta klarifikasi.


“Terakhir, pada 10 September 2025 kami menyerahkan surat bipartit kedua dan diterima langsung oleh Leader CSO, Pak Erik. Kami masih menunggu itikad baik perusahaan, tapi hingga kini belum ada tanggapan,” kata Yutel.
 

Kerangka Hukum yang Dilanggar

 
UU No. 13 Tahun 2003 secara tegas mengatur hak-hak pekerja, mulai dari upah layak, jaminan sosial, cuti, hingga perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Dalam ketentuan tersebut, pengusaha juga diwajibkan memenuhi jam kerja yang manusiawi, membayar uang lembur, serta memberikan kontrak kerja yang jelas.

SPB-I menilai, PT Carefastindo telah mengabaikan sebagian besar kewajiban tersebut.

“Ini bukan hanya soal satu orang pekerja, tapi juga soal kepastian hukum dan perlindungan bagi semua buruh,” tambah Yutel.


Perusahaan Belum Merespons

 
Hingga berita ini diterbitkan, pihak perusahaan melalui pimpinan area Batam dan Tanjungpinang, Aldek, ketika dikonfirmasi melalui WhatsApp belum memberikan tanggapan resmi atas laporan ke Disnaker.


SPB-I bersama kuasa hukumnya menegaskan akan mengawal kasus ini hingga tuntas.

 “Kami tidak akan berhenti sampai hak-hak pekerja dibayarkan sepenuhnya. Kalau perlu, kasus ini naik ke jalur hukum,” tutup Yutel. (red)

Posting Komentar